
Jakarta –
Badan Pusat Statistik (BPS) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024.
Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti menyampaikan secara nasional tingkat literasi keuangan penduduk Indonesia sebesar 65,43% dan indeks inklusi keuangan 75,02%.
“Jadi 65,43% populasi di Indonesia sudah menyanggupi well literated dan 75,02% penduduk Indonesia memiliki saluran kepada produk dan layanan keuangan,” kata ia dalam pertemuan pers, Jumat (2/8/2024).
Jika dibagi dengan saluran keuangan konvensional dan syariah, balasannya bahwa indeks keuangan utamanya layanan jasa konvensional lebih tinggi dibandingkan literasi untuk jasa layanan syariah.
Baca juga: Bank Buka-bukaan Cara Lacak Transaksi Judi Online Nominal Kecil |
“Di mana konvensional indeks literasi keuangan (konvensional) 65,05% dan inklusi keuangan 73,55%. Keuangan syariah, indeks literasi 39,11% dan inklusi keuangan 12,88%,” jelas dia.
BPS sendiri menghasilkan survei ini dengan sampel dari 24 provinsi, di antaranya 120 kabupaten/kota dan jumlah responden 10.800 orang. BPS melakukan survei pada 2023.
Amalia menyampaikan hasil survei nasional literasi dan inklusi keuangan (SNLIK) 2024 ini tidak sanggup ketimbang tahun sebelumnya alasannya merupakan metodologi yang digunakan berbeda
Untuk umur 18 sampai 25 tahun tingkat literasi dan inklusi keuangannya tergolong menengah yakni dengan komposit literasi keuangan 70,19% dan inklusi keuangan 79,21%.
Sementara tingkat literasi dan inklusi keuangan yang tertinggi yakni kelompok usia 26 sampai 35 tahun yakni dengan komposit indeks literasi keuangannya 74,82% dan indeks inklusi keuangannya 84,28%.
Serta usia 36 sampai 50 tahun dengan komposit indeks literasi keuangannya 71,72% dan indeks inklusi keuangannya 81,51%.
Penyebab Literasi dan Inklusi Keuangan Gen Z Terendah
Kiki mengungkap meskipun generasi z tersebut sangat melek akan digitalisasi, tetapi belum cukup mengetahui terkait pengetahuan terkait keuangan.
“Ini concern kita. Jadi mereka itu lebih bahaya. Itu mereka secara digital itu literate, jempolnya canggihnya ke mana mana. Tetapi secara financially mereka belum literate. Mereka sangat mudah mengakses (keuangan) tetapi mereka nggak paham,” ungkap Kiki.
Generasi Z yang literasi keuangannya rendah maka sering kali menempuh jalan pendek untuk memenuhi gaya hidupnya. Kiki mencontohkan bahwa ada kasus anak muda yang kini nekat membuka pinjaman online hanya untuk nongkrong.
“Misalnya mereka butuh sesuatu untuk memenuhi FOMO dan YOLO, tetapi mereka nggak financially literate. Ini bahaya. Saya dapat info, anak-anak mudah ini yang terjerat pinjol dan kemudian beranak (utangnya), itu karena ketika dia makan di cafe dengan gaya hidupnya, tiba-tiba tahu nggak cukup uangnya. Dengan jempol yang cepat pinjam online yang cair dalam waktu 15 menit. Itu ternyata menggulung (utangnya) dan terjerat dalam utang,” jelas dia.