
Jakarta –
Insiden kecelakaan helikopter yang menewaskan Presiden Iran Ebrahim Raisi disebut tidak akan kokoh pada sektor keuangan di Indonesia. Hal ini ditegaskan pribadi Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar.
Mahendra menerangkan pihaknya memang tidak menghasilkan assessment khusus soal adanya peristiwa dengan kecelakaan yang menewaskan Raisi. Namun secara kawasan timur tengah yang sedang memanas pihaknya telah menghasilkan assessment khusus.
Hasilnya, risiko dan transmisi pengaruh keuangan dari panasnya timur tengah disebut tidak signifikan dan dapat dimitigasi dengan baik.
“Kalau yang kami telah laksanakan tidak khusus untuk itu yakni assessment perihal seberapa besar pengaruh dari pertumbuhan di Timur Tengah itu. Mulai dari Gaza, ketegangan di sana, itu jikalau kami telah lihat risikonya, transmisi, dan lain-lain, tampaknya dapat relatif dapat kita mitigasi dengan baik,” kata Mahendra di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (22/5/2024).
“Dari sisi ekspor impor, kemudian dari seberapa besar yang mengerjakan jual beli lewat transaksi keuangan, di perbankan, dan lain-lain relatif tidak besar,” lanjutnya.
Baca juga: Presiden Iran Meninggal Berdampak ke Ekonomi RI? Ini Jawaban Sri Mulyani |
Selanjutnya soal pengaruh peristiwa yang menewaskan Presiden Iran ke
Hal ini disampaikan usai Rapat Dewan Komisioner Mingguan OJK pada 17 April 2024 yang menilai stabilitas sektor jasa keuangan nasional terjaga, didukung oleh permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai, dan profil risiko yang manageable sehingga mampu menghadapi peningkatan tensi geopolitik global.
“Namun demikian, OJK mencermati perkembangan terkini di Timur Tengah dan dampaknya terhadap kinerja intermediasi dan stabilitas sistem keuangan nasional ke depan,” kata otoritas dalam keterangan resminya, Rabu (17/4/2024).
Sementara asuransi dan Perusahaan Pembiayaan tidak memiliki surat berharga dengan penerbit dari Timur Tengah. Sementara itu di pasar saham, nilai kepemilikan saham investor dari Timur Tengah tercatat sebesar Rp65,73 triliun atau sekitar 2% dari total nilai kepemilikan saham investor non-residen.
Secara fundamental, OJK menilai perekonomian Indonesia terjaga baik, terlihat dari pertumbuhan yang terjaga di kisaran 5%, inflasi yang berada di rentang target Bank Indonesia, neraca perdagangan yang masih mencatatkan surplus, cadangan devisa yang memadai, serta masih tersedianya ruang fiskal.
Ke depan, buffer untuk mempertahankan stabilitas sistem keuangan di tengah potensi eskalasi konflik di Timur Tengah dinilai masih cukup memadai, mempertimbangkan kondisi tingkat permodalan yang tertinggi di Kawasan, risiko nilai tukar yang cukup terkendali yang terlihat dari Posisi Devisa Netto (PDN) Perbankan harian posisi awal April 2024 yang jauh di bawah threshold (1,67% dengan threshold 20%), serta likuiditas dalam mata uang rupiah dan valas yang masih ample.