
Jakarta –
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat total kerugian penduduk yang menjadi korban penipuan atau scam meraih Rp 726,6 miliar dalam kurun waktu 22 November 2024 sampai 12 Februari 2025.
“Total kerugian yang dilaporkan ini duit penduduk merupakan Rp 726,6 miliar, dan kami juga sudah sanggup memblokir Rp 109,5 miliar dari mereka yang dilaporkan kehilangan uangnya,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK Frederica Widyasari Dewi dalam rapat dengar nasehat dengan Komisi XI dewan perwakilan rakyat RI, Rabu (19/2/2025).
Frederica atau bersahabat disapa Kiki menyodorkan sejak November 2024, Indonesia Anti Scam Center (IASC) menemukan 44.236 laporan penipuan. Ia menyampaikan, sebanyak 13.152 korban melaporkan pribadi ke tata cara IASC dan 31.084 laporan korban terhadap pelaku jerih payah dan ditindaklanjuti lewat IASC.
Baca juga: 4.036 Entitas Keuangan Ilegal Disetop, Paling Banyak Pinjol! |
Serta jumlah pelaku jerih payah terkait laporan dari korban sebanyak 133. Menurutnya, jumlah laporan yang masuk ini sanggup lebih besar dari data yang ada ketika ini.
“Saya rasa ini juga tidak seluruhnya melaporkan, banyak orang yang juga aib terkena scam,” katanya.
Lebih lanjut, Kiki menyodorkan jumlah rekening penipuan yang dilaporkan sebanyak 73.884 rekening. Dari jumlah tersebut, Kiki menyampaikan sebanyak 21.153 rekening sudah diblokir.
Baca juga: OJK Minta 221 Bank-Perusahaan Asuransi Ganti Rugi Rp 214,5 M ke Konsumen |
Ia menyampaikan, bahwa acara keuangan ilegal dalam hal ini scam tidak hanya terbatas pada sektor perbankan, tapi juga sudah merambah ke aneka macam sektor lainnya, tergolong tata cara pembayaran, marketplace, dan bahkan aset kripto.
“Nanti di IASC ini akan kita tingkatan keanggotaannya dengan kripto, alasannya merupakan gres beralih juga terhadap OJK. Ini juga masih banyak yang perlu kita tingkatan dalam pelaksanaan IASC untuk makin melindungi masyarakat,” katanya.
“OJK harus mencari solusi yang lebih efektif dari hulu ke hilir agar uang korban bisa dikembalikan,” lanjutnya.
Annisa juga menyoroti Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) OJK, yang seharusnya menjadi solusi bagi konsumen.
Namun, hingga saat ini, LAPS dinilai belum berfungsi optimal karena proses penyelesaian sengketa masih memakan waktu lama dan biaya tinggi.