
Yerevan, Armenia – Ketegangan yang berkepanjangan antara Armenia dan Azerbaijan kembali memuncak dengan terjadinya bentrokan bersenjata di wilayah Nagorno-Karabakh. Konflik yang berlangsung selama beberapa dekade ini kembali mengguncang kawasan, menimbulkan kekhawatiran akan potensi eskalasi yang lebih besar.
Latar Belakang Sejarah Konflik
Nagorno-Karabakh, sebuah wilayah yang secara internasional diakui sebagai bagian dari Azerbaijan, namun dihuni mayoritas etnis Armenia, telah menjadi titik panas konflik sejak Uni Soviet runtuh. Pada awal 1990-an, perang antara kedua negara menyebabkan ribuan kematian dan pengungsian massal. Meskipun perjanjian gencatan senjata tercapai pada tahun 1994, ketegangan tetap ada dan sering memicu bentrokan sporadis.
Sejak itu, kedua belah pihak saling mengklaim legitimasi atas wilayah tersebut. Dalam beberapa tahun terakhir, ketegangan semakin meningkat, terutama setelah perang singkat pada tahun 2020, yang berakhir dengan intervensi Rusia dan penempatan pasukan perdamaian di kawasan tersebut.
Peristiwa Terbaru yang Memicu Ketegangan
Dalam beberapa minggu terakhir, laporan tentang bentrokan di Nagorno-Karabakh meningkat, dengan kedua belah pihak saling menyalahkan atas provokasi. Bentrokan terbaru terjadi pada awal bulan ini, mengakibatkan korban jiwa dan luka-luka di kedua pihak. Angkatan bersenjata Azerbaijan menyatakan bahwa mereka bertindak untuk mempertahankan integritas teritorial negara mereka, sementara pihak Armenia mengklaim bahwa mereka menjadi sasaran serangan tanpa provokasi.
Pemerintah Armenia mengeluarkan pernyataan resmi yang mengecam tindakan Azerbaijan dan meminta komunitas internasional untuk campur tangan. “Kami tidak akan membiarkan agresi ini berlalu begitu saja. Kami akan melindungi warga kami di Nagorno-Karabakh,” tegas Perdana Menteri Armenia, Nikol Pashinyan.
Reaksi Internasional
Komunitas internasional segera merespon perkembangan ini. Beberapa negara, termasuk Rusia dan Prancis, menyerukan gencatan senjata dan dialog damai antara Armenia dan Azerbaijan. Rusia, yang memiliki peran penting sebagai mediator, mengingatkan kedua belah pihak akan komitmen mereka terhadap perjanjian damai yang ditandatangani sebelumnya.
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, menyatakan, “Kedua belah pihak harus kembali ke meja perundingan dan mencari solusi damai untuk masalah yang telah berlangsung terlalu lama ini.” Namun, hingga saat ini, upaya diplomatik tampak menemui jalan buntu.
Dampak Terhadap Warga Sipil
Akibat bentrokan ini, warga sipil menjadi korban terburuk. Banyak keluarga terpaksa mengungsi dari rumah mereka, mencari tempat aman dari kekerasan. Laporan dari organisasi kemanusiaan menunjukkan bahwa kebutuhan mendesak akan bantuan pangan dan medis meningkat seiring dengan meningkatnya ketegangan.
Seorang warga Nagorno-Karabakh yang mengungsi, Aram, mengungkapkan, “Kami hanya ingin hidup dalam damai. Namun, setiap kali kami merasa aman, konflik ini kembali mengganggu kehidupan kami.” Kisahnya mencerminkan ketidakpastian dan ketakutan yang dirasakan oleh banyak orang di kawasan tersebut.
Harapan untuk Masa Depan yang Damai
Meskipun situasi saat ini tampak suram, ada harapan bahwa dialog dan diplomasi dapat mengakhiri siklus kekerasan ini. Banyak analis percaya bahwa penyelesaian damai hanya dapat dicapai melalui kompromi yang melibatkan kedua belah pihak.
Seorang analis politik, Dr. Anahit Sargsyan, berpendapat, “Hanya melalui dialog yang tulus dan kesediaan untuk berkompromi kedua belah pihak dapat menemukan jalan menuju perdamaian yang berkelanjutan.” Pemahaman dan pengakuan terhadap hak-hak satu sama lain menjadi kunci untuk menyelesaikan konflik ini.
Kesimpulan
Konflik Armenia-Azerbaijan di Nagorno-Karabakh kembali menunjukkan betapa rentannya perdamaian di wilayah tersebut. Dengan ketegangan yang terus berlanjut dan dampak yang dirasakan oleh warga sipil, penting bagi komunitas internasional untuk mendukung upaya damai. Hanya dengan dialog dan pengertian yang mendalam, wilayah yang telah lama dilanda konflik ini dapat menemukan jalan menuju perdamaian yang abadi. Ke depan, harapan akan stabilitas dan keamanan di Nagorno-Karabakh masih bergantung pada kesediaan kedua belah pihak untuk berkomitmen pada resolusi damai.